KALI PERTAMA

Sudah beberapa kali aku mondar-mandir sampai buang air kecil setelah tiba di salah satu firma hukum kawasan Jakarta Pusat. Bukan lantaran aku akan melakukan test wawancara, hal itu sudah dilakukan seminggu yang lalu, dengan kata lain ini adalah hari pertama aku bekerja sebagai staf legal. Kata salah seorang seniorku (lagi-lagi aku menyebut Bang Ali), pekerjaan staf legal merupakan salah satu batu loncatan untuk menjadi seorang pengacara. Tidak mungkin juga seorang pengacara yang baru lulus sarjana langsung dipercaya untuk menangani sebuah kasus hingga menghadiri persidangan. Maka dari itu, aku yang katanya memiliki kualifikasi sesuai langsung diterima setelah satu kali wawancara dan test. Bersama dua staf baru lainnya, kami masih menunggu di lobi sebelum diperbolehkan naik ke ruangan lantai dua.

Di hari pertama ini aku diperkenalkan dengan pekerjaan staf legal serta contoh pekerjaan yang bisa dilakukan di hari ini. Mengelola dan memisahkan dokumen lama dan baru, hingga mempelajari kasus baru yang baru saja masuk ke firma hukum dan akan diberikan oleh pengacara yang bertugas. Kali ini aku berkesempatan untuk mengelola dokumen perizinan bangunan serta sengketa tanah yang akan kuberikan kepada salah satu pengacara bidang perdata yang akan tiba pukul sebelas siang nanti. Namanya Pak Yudi, beliau tengah menghadiri persidangan dengan kasus yang sama dan tugasku adalah melakukan review apakah kasus ini bisa ditangani oleh pengacara firma di sini atau tidak.

“Pak Yudi ini sudah pegang tiga kasus, apa perlu saya beri lagi ke beliau, Mbak?” Aku bertanya pada salah seorang senior yang ditugaskan untuk mengawasi staf baru. Mbak Lona meraih dokumen yang baru saja dirapikan dan menurutku syarat-syaratnya sudah memenuhi kriteria kasus. Tinggal menunggu kapabilitas dari Pak Yudi sendiri, apakah beliau akan mengambil kasus ini atau tidak.

“Pak Yudi orang sibuk, dia juga ngajar sama jadi jurnalis. Biar saya aja yang pegang kasusnya, nanti kita belajar sama-sama ya, Lindu. Biar kamu tahu caranya megang kasus, siapa tahu nanti kamu bisa jadi pengacara juga.” ucap ibu satu anak itu yang begitu membesarkan hatiku. Aku tidak dapat menahan senyum serta rasa antusias di dalam dada, rasanya sudah tidak sabar ingin mempelajari kasus dan bertindak sebagai seorang pengacara meskipun hanya membantu sebagian saja.

*“Siap, Mbak. Saya nanti ke ruangan?” tanyaku usai membereskan dokumen lainnya.

“Iya. Nanti di ruang tengah. Bareng Ajeng sama Vino. Kalian bisa makan siang dulu ya, kantinnya ada di lantai bawah dekat lobi.” Mbak Lona menyahutiku sambil menunjuk dari jendela, dimana beberapa staf bahkan karyawan dari gedung lain baru saja beristirahat untuk makan siang. Setengah hari yang cukup melelahkan, namun aku harus tetap memompa tenaga dan semangat untuk melanjutkan pekerjaan yang tidak akan pernah usai. Satu pekerjaan selesai, sepuluh pekerjaan menunggu.

JAKARTA, 2012