KITA

Sebagian besar orang akan memberikan kesan apik pada pertemuan atau kencan pertamanya dengan seseorang yang disukai. Rambut klimis rapi, pakaian baru tanpa kusut pada setiap sudut, hingga wewangian kolonye yang sengaja disemprotkan dan menimbulkan aroma khas dalam beberapa jam kedepan (jika itu tidak bercampur dengan keringat). Rasa gugup bagaikan hendak menghadapi ujian skripsi menyelimuti diri, berusaha menghafal tips dan trik dari teman dekat yang jago tentang percintaan. Apa yang harus dilakukan sebelum berpamitan? Bagaimana cara mencairkan suasana di tengah senyap yang tercipta secara tidak sengaja? Dan masih banyak pertanyaan perihal kencan pertama yang harus dipelajari oleh newbie seperti hendak masuk jurusan baru.

Sebagai orang yang pernah beberapa kali pacaran (yang jelas tidak sampai tiga kali), aku cukup familiar dengan yang namanya kencan pertama. Aku tidak membutuhkan tutorial atau harus tampil spesial di hadapannya yang nanti akan kutemui. Semuanya kulakukan secara alami tanpa melebih-lebihkan, namun tetap berusaha memberikan yang terbaik sebab kesan pertama adalah hal yang terpenting.

Angin malam di luar sana begitu melahap ganas kehangatan yang sedari tadi tercipta pada genggaman jemari kami yang saling bertautan satu sama lain. Lantas ibu jariku mengusap punggung tangannya untuk memberikan rasa hangat yang lebih. Seulas senyum tercipta pada paras yang kini menjadi candu tersendiri bagiku. Rasa gugup yang membuncah di dada terasa semakin sesak, berpadu dengan bahagia yang tidak mampu kuungkapkan dengan kata untuk saat ini. Pandangan kami menyusuri jalanan Ibukota yang seakan tak pernah beristirahat barang sedetikpun, menggilas jalanan aspal tiada henti demi menyambung hidup.

Saat pikiranku larut dalam senyap, kau memecah keheningan dengan celotehan yang membuatku merasa gemas. Aku ingat bagaimana dirimu begitu antusias menceritakan penjiwaan sang tokoh di layar lebar (yang kami tonton dua jam lalu) dengan menggebu-gebu, seakan kau menumpahkan seluruh emosimu dengan mata membelalak serta nada kesal yang jarang kudengar dari bibirmu.

Hal itu tak berlangsung lama, sebab aku menanggapi dengan gelak tawa yang memecah ketegangan beberapa sekon lalu. Guyonan sederhana dengan logat khas daerah kembali menyapa rungu, membuatku tergelak oleh selera humormu yang tidak pernah terduga sama sekali. Langkah kami terus beriringan menyusuri jalan, dengan tangan kanan yang kini merangkul pinggang untuk mengikis jarak yang sedari tadi tercipta di antara kami. Saling menghangatkan dan menjaga, juga menguatkan disaat lara menerpa.

Di bawah remang penerangan jalanan, aku merengkuh tubuhmu sembari membisikkan kata-kata yang membuat hatiku turut merasakan hangat dan bahagia. ️️️ ️️ “Terima kasih selalu ada untuk aku.”

Dwinetraku memejam dengan sempurna tatkala rasa hangat itu semakin menjalar pada tubuh. Aku dapat merasakan lembutnya birai yang selama ini mengucap kalimat manis dan meneduhkan kini mendarat sempurna pada milikku. Saling bertaut satu sama lain, melepas rindu bercampur nafsu yang selama ini tersimpan di kalbu. Semesta dan keramaian jalanan Ibukota menjadi saksi tatkala kami saling mengikat janji di malam ini untuk saling menjaga dan bertumbuh bersama-sama.

Aku mencintaimu, lagi dan lagi.

Jakarta, Agustus 2021

teruntuk inisial M.G.W (untuk kedua kalinya. Jangan bosan dengan tulisanku, ya.)